LAPORAN TUTORIAL BLOK XI
HEMATOLOGI
SKENARIO I
ANEMIA DEFISIENSI BESI
(Pengaruh Berkurangnya Asupan Zat Besi pada Terajadinya
Anemia)
Oleh :
Nama
: RahajengNariswari
NIM
: J500080032
Kelompok
Tutorial : 2
Pembimbing
Tutorial : dr. Mahmudah
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan
anemia yang paling sering terjadi di negara berkembang seperti Indonesia
terkait tingkat ekonomi terbatas, kurangnya asupan protein hewani, dan
infestasi parasit yang merupakan masalah endemik. Prevalensi anemia defisiensi
besi di Indonesia belum ada data yang pasti, Martoatmojo et al memperkirakan
ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil serta 46-92%
pada wanita hamil. Anemia ini ditandai dengan terjadinya penurunan kadar
hemoglobin, MCV, MCH, MCHC, feritin serum dan meningkatnya Total Iron Binding
Capacity (TIBC).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang
disebabkan oleh kurangnya zat besi untuk sintesis heme pada hemoglobin untuk
transportasi O2 ke jaringan tubuh. Anemia ini bisa terjadi
pada bayi dan anak-anak. Hal ini dikarenakan pada masa bayi dan anak-anak
diperlukan asupan besi yang cukup tinggi untuk mencapai kadar normal besi pada
dewasa sekitar 5 gr di mana tubuh bayi baru lahir mengandung 0,5 gr besi
sehingga diperlukan sekitar 0,8 mg/hari untuk mencapai kadar normal tersebut.
Apabila asupan tersebut tidak terpenuhi dapat mengakibatkan defisiensi besi.
Selain itu juga dapat disebabkan oleh gangguan absorbsi kongenital, perdarahan
akut maupun kronis, dan faktor nutrisi (Nelson, Waldo E. 2000).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Anemia Defisiensi Besi ?
2. Apa saja sumber besi dan pembentukan besi
pada darah ?
3. Bagaimana etiologi dari Anemia
Defisiensi Besi dan ?
4. Bagaimana patofisiologi ADB ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari ADB ?
6. Bagaimana diagnosis dan diagnosis banding
ADB ?
7. Apa saja komplikasi dari ADB ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk ADB ?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari ADB ?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang definisi Anemia
Defisiensi Besi (ADB).
2. Mengetahui sumber-sumber besi dan fungsi
besi dalam pembentukan darah.
3. Mengetahui tentang etiologi ADB.
4. Mengetahui tentang patofisiologi ADB.
5. Mengetahui tentang diagnosis ADB.
6. Mengetahui tentang diagnosis banding dari
ADB.
7. Mengetahui tentang penatalaksanaan dari ADB.
8. Mengetahui tentang manifestasi klinis dari
ADB.
D. Manfaat
1. Mahasiswa kedokteran diharapkan dapat mengetahui
dan memahami mengenai penyakit Anemia
Defisiensi Besi.
2. Mahasiswa kedokteran diharapkan dapat
mengetahui dan memahami mengenai
pencegahan dan penatalaksanaan penyakit Anemia dfisiensi Besi.
BAB II
STUDI PUSTAKA
A. Definisi
Anemia defisiensi ialah anemia yang disebabkan
oleh kekurangan satu atu beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan
eritrosit. (IKA UI, 2007)
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang
timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga
penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya
pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang. (Bakta, 2007)
Klasifikasi Anemia :
1. Anemia mikrositik,
hipokrom misalnya : anemia defesiensi besi, dan talasemia.
2. Anemia normositik,
normokrom misalnya : setelah kehilangan darah akut, anemia hemolitik dan anemia
sekunder, kegagalan sumsum tulang.
3. Anemia makrositik,
misalnya anemia megaloblastik.
B. Fungsi Besi dalam Pembentukan Darah
Hemoglobin, suatu bahan penting dalam
eritrosit juda dibentuk dalam sumsum tulang. Hemoglobin hin dibentuk dari hem
dan globin. Hem sendiri terdiri dari 4 struktur pirol dengan atom Fe
ditengahnya, sedangkan globin terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida.
Semua besi disimpan dalam bentuk feritin
atau hemosiderin. Feritin merupakan kompleks besi-protein yang esensial dan
terdapat pada hampir semua jaringan terutama dalam hepar, limfa, sumsum tulang,
dan otot skletal. Dalam hepar, kebanyakan feritin disimpan dalam sel parenkim; sedangkan
dalam jaringan lain seperti limfa dan sumsum tulang, terutama disimpan dalam
sel fagosit mononuklear. Besi yang ada dalam hepatosit berasal dari transferin
plasma, sedangakan besi yang berada dalam sel fagosit mononuklear, termasuk sel
Kupffer diperoleh dari pemecahan eritrosit. Didalam sel, feritin terletak dalam
sitoplasma dan lisosome, yang mana selaput protein feritin mengalami degradasi
dan besi beragregasi menjadi granul hemosiderin. Dengan pewarnaan sel yang
biasa, hemosiderin tampak sebagai granul berwarna kuning keemasan. Besi cepat
bereaksi terhadap zat kimia sehingga ketika hemosiderin dalam jaringan ditetesi
dengan potassium ferrocyanide (prussian blue reaction), granula berubah menjadi
biru-hitam. Dengan cadangan besi normal, hanya sedikit hemosiderin yang ada
dalam tubuh, khususnya sel retikuloendotelial dalam sumsum tulang, limfa, dan
hepar. Dalam sel dengan jumlah besi berlebihan, kebanyakan besi disimpan dalam
bentuk hemosiderin. (Hoffman, 2000;Cuningam et al., 2001).
Feritin berada dalam sirkulasi dalam jumlah
yang sangat kecil. Feritin plasma berasal dari cadangan besi tubuh sehingga
kadar feritin dapat dipakai sebagai indikator kecukupan cadangan besi tubuh.
Dalam keadaan defisiensi besi, kadar feritin serum selalu berada dibawah 12
mug/L, sebaliknya pada kondisi besi yang berlebihan, nilai tertinggi mencapai
5000mug/L. Fungsi fisiologis yang penting dari cadangan besi adalah siap
dimobilisasi dalam keadaan kebutuhan besi meningkat, seperti pada keadaan
setelah perdarahan. (Gary et al., 2000).
C. Sumber Besi
Bayi baru lahir yang sehat telah mempunyai
persediaan besi yang cukup sampai ia berusia 6 bulan, sedangkan bayi premature
persediaan besinya hanya cukup sampai ia berusia 3 bulan. Makanan yang
mengandung banyak besi adalah hati, ginjal, daging,teluar, buah dan sayur yang
mengandung klorofil. Untuk menghindari anemia defisiensi besi ke dalam susu
buatan sudah ditambahkan besi. (IKA, 2007)
Makanan yang banyak mengandung zat besi
adalah bahan makanan yang berasal dari daging hewan. Disamping banyak
mengandung zat besi, serapan zat besi dari sumber makanan zat tersebut
mempunyai angka keserapan sebesar 20 – 30%.
Faktor makanan yang berpengaruh dalam penyerapan zat besi
(WHO, 1989) :
1. Faktor makanan
a. Faktor yang memacu penyerapan zat besi bukan
heme
§
Vitamin C
§
Daging, unggas, ikan, makanan laut.
§
pH rendah
b. Faktor yang menghambat penyerapan zat besi
bukan heme
§
Fitat (500mg/hari)
§
Polifenol
2. Faktor Pejamu
a. Status zat besi
b. Status kesehatan (infeksi, malabsorbsi)
(Arisman, 2004)
D. Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh
rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat
perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan
menahun, yang dapat berasal dari :
a.
Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik,
kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing
tambang.
b.
Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau
metrorhagia
c.
Saluran kemih : hematuria
d.
Saluran napas : hemoptoe.
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah
besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak
baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada
prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi,
tropical sprue atau kolitis kronik.
(Bakta, 2007)
E. Patofisiologi
Tiap hari, 20-25 ml sel darah merah dirombak
sebagai hasil normal penuaan sel darah. Selama proses ini berlangsung sekitar 1
mg besi hilang dan diekskresikan melalui urine, saluran empedu, dan sekresi
lain. Sisanya 19 sampai 24 mg besi digunakan kembali untuk produksi lebih
banyak hemoglobin dalam formasi baru sel darah merah. Orang dewasa normal
menyerap 5-10% besi dalam dietnya. Ini menyediakan 1 sampai 2 mg perhari dan
mengganti kerugian untuk kebutuhan normal sehari-hari yang hilang selama
pergantian sel darah.
Dari diskusi ini dapat dilihat, kalau ada
kebutuhan terhadap peningkatan kebutuhan besi pada bayi, kehamilan, atau
kehilangan darah berlebihan, anemia defesinsi besi tidak akan terjadi. Saat
defesiensi besi terjadi ia berkembang dalam tiga tahap yaitu :
1.
Langkah pertama, yaitu
pengosongan besi ketika besi sedang digunakan oleh sel darah merah pada
kecepatan yang tinggi (selama masa pertumbuhan dan perdarahan) dan diet
(intake) besi tidak cukup untuk menjaga dengan meningkatnya penggunaan. Besi
yang disimpan kemudian akan diperlukan.
2.
Defesiensi besi
eritropoiesis lalu mengambil tempat, dimana penyimpanan besi menjadi kehabisan
tenaga dan anemia tidak akan muncul
3.
Anemia defesiensi besi,
lalu berhasil, dimana masukannya tidak memenuhi tuntutan tempat penyimpanan
dikosongkan dan anemia muncul serta dapat dideteksi.
Manifestasi utama dari defesiensi besi adalah
anemia yang karakteristik. Sel darah merahnya kecil, pucat dan bentuknya tidak menentu,
menunjukkan anemia hipokromik mikrositik atau anemia defesiensi besi. Tanda
sumsum sel darah merah mungkin menjadi pucat dan usang dimakan. Di bawah sinar
ultraviolet sel mengalami fluorosensi karena banyak akumulasi porpirin besi
yang bebas serta sifatnya yang abnormal.
F. Tanda dan Gejala
1. Gejala Umum anemia atau sindrom anemia
a. Sistem kardiovaskuler
Lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu
kerja, angina pectoris, dan gagal jantung
b. Sistem saraf
Sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada
ekstremitas
c. Sistem urogenital
Gangguan haid dan libido menurun
d. Epitel
Warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, rambut tupis dan halus
2. Gejala penyakit dasar yang menyebabkan
anemia
(Bakta, 2007)
G. Diagnosis Banding
Anemia
defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :
- Thalasemia (khususnya thallasemia minor) : Hb A2 meningkat, Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
- Anemia karena infeksi menahun : Biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik mikrositik. Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
- Keracunan timah hitam (Pb) : terdapat gejala lain keracunan Pb.
- Anemia sideroblastik : terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang (Hoffbrand, A.V., et al. 2005).
H. Diagnostik
Pendekatan diagnostic untuk penderita anemia
yaitu berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang lainnya.
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanya mengenai riwayat penyakit sekarang
dan riwayat penyakit dahulu, riwayat gizi, anamnesis mengenai lingkungan fisik
sekitar, apakah ada paparan terhadap bahan kimia atau fisik serta riwayat
pemakaian obat. Riwayat penyakit keluarga juaga ditanya untuk mengetahui apakah
ada faktor keturunan.
2. Pemeriksaan fisik
a. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus,
kulit telapak tangan kuning seperti jerami
b. Kuku : koilonychias (kuku sendok)
c. Mata : ikterus, konjugtiva pucat, perubahan
pada fundus
d. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi
papil lidah
e. Limfadenopati, hepatomegali, splenomegali
3. Pemeriksaan laboratorium hematologi
a. Tes penyaring
§ Kadar porfirin eritrosit bebas : meningkat
§ Konsentrasi besi serum : menurun
§ Saturasi transferinmenurun
§ Konsentrasi feritin serum : menurun
§ Hemoglobin : menurun
§ Rasio hemoglobin porfirin eritrosit : lebih dari 2,8 ug/g adalah diagnostic untuk defisiensi
besi
§ Mean cospuscle volume ( MCV) dan mean
cospuscle hemoglobin concentration ( MCHC ) : menurun menyebabkan anemia hipokrom mikrositik atau
sel-sel darah merah yang kecil-kecil dan pucat.
§ Selama pengobatan jumlah retikulosit : meningkat dalam 3 sampai 5 hari sesuadh dimulainya terapi
besi mengindikasikan respons terapeutik yang positif.
§ Dengan pengobatan, hemoglobin : kembali normal dalam 4 sampai 8 minggu mengindikasikan
tambahan besi dan nutrisi yang adekuat.
b. Pemeriksaan rutin
§
Laju endap darah
§
Hitung deferensial
§
Hitung retikulosit
c. Pemeriksaan sumsum tulang
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus
§
Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC,
saturasi transferin
§
Anemia megaloblastik : asam folat
darah/eritrosit, vitamin B12
§
Anemia hemolitik : tes Coomb, elektroforesis
Hb
§
Leukemia akut : pemeriksaan sitokimia
§
Diatesa hemoragik : tes faal hemostasis
4. Pemeriksaan laboratorium non hematologi
5. Pemeriksaan faal ginjal, hati, endokrin,
asam urat, kultur bakteri
(Bakta, 2000)
I. Penatalaksanaan
1. Suportif : Makanan gizi seimbang terutama
yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati,
daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).
2. Sulfa ferousus 3x10 mg/kgBB/hari. Hasil
pengobatan dapat terlihat dari kenaikan hitung retikulosit dan kenaikan kadar
Hb1 – 2 g%/minggu.
3. fero fumarat : 6 mg/kg/hari. Diberikan di antara waktu
makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin
normal.
4. Tranfusi darah hanya diberikan bila kadar
Hbkurang dari 5g% dan disertai keadaan umum yang kurang baik.
5. Terapi kausal tergantung penyebabnya,
misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia.
Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
(IKA, 2007)
BAB III
PEMBAHASAN
Anis, anak laki-laki usia 5 tahun pagi itu
diantar ibunya ke dokter karena akhir-akhir ini sering sakit. Hampir tiap bulan
Anis pergi ke dokter untuk berobat. Ia sering mengalami demam dan nafsu makan
berkurang. Ibunya juga mengeluh bahwa Anis sering mengantuk apabila sedang
belajar di sekolah dan malas bermain dengan temannya. Pola makan sejak kecil
memang tidak suka daging dan susu karena orang tuanya vegetarian.
Pada pemeriksaan oleh dokter, dari
pemeriksaan fisik didapatkan BB 12 kg, konjungtiva pucat, tidak febris, nadi
80x/mnt, respirasi 20x/mnt, tidak terdapat abnormalitas pada bunyi jantung dan
paru, tidak terdapat abnormalitas pada abdomen.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan
hasil Hb 9,46 g/dl, eritrosit 4,65x106/ul, Ht 29,3%, MCV 63,0 Fl,
MCH 20,4 pg, MCHC 32,3 g/dl, leukosit 8,73x103/ul, trombosit 320x103/mm3.
A. Pemeriksaan Fisik
1. Gejala
a. Sering sakit
b. Sering mengalami demam
c. Nafsu makan berkurang
d. Sering mengantuk
e. Malas bermain
f. Tidak suka daging dan susu
2. Tanda
a. BB 12 kg
b. Konjungtiva pucat
c. Tidak febris
d. Nadi 80x/mnt
e. Respirasi 20x/mnt
f. Tidak terdapat abnormalitas pada bunyi
jantung, paru, dan abdomen.
B. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan laboratorium hematologi
Tes Penyaring
|
Hasil Pemeriksaan
|
Normal
|
· Kadar Hb
· Indeks eritrosit
1. MCV
2. MCH
3. MCHC
· Leukosit
· Trombosit
· Ht
· Hapusan darah tepi
|
9,46 g/dl (menurun)
4,65x106/ul (normal)
63,0 Fl (menurun)
20,4 pg (menurun)
32,3 g/dl (normal)
8,73x103/ul (normal)
320x103/mm3 (normal)
29,3 % (menurun)
|
13,5 – 18,0 g/dl
4,2 – 5,2 juta/ mm3
82 – 92 Fl
27 – 32 pg
32 – 37%
4 – 11x106/L
150 – 350x103/mm3
41,4%)
|
2. Pemeriksaan penunjang lainnya
a) Pemeriksaan rutin
·
Laju endap darah
·
Hitung deferensial
·
Hitung retikulosit
a) Pemeriksaan sumsum tulang
b) Pemeriksaan atas indikasi khusus
·
Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC,
saturasi transferin
3. Pemeriksaan laboratorium non hematologi
a) Abdomen (ginjal, hati, endokrin)
: tidak terdapat abnormalitas
b) Jantung
: tidak terdapat abnormalitas
c) Paru
: tidak terdapat abnormalitas
C. Hasil Diagnosa
Anemia mikrositik hipokrom ukuran sel-sel
darah merah kecil mengandung Hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (
MCV maupun MCHC menurun ).
D. Penatalaksanaan
1. Zat besi diberikan per oral dalam dosis untuk Anis (BB 12 kg) :
a. fero sulfat : 30 mg/kg/hari, dibagi dalm 3 dosis : 30 x 12: 360 mg/hari
b. fero fumarat : 6 mg/kg/hari : 6 x 12 : 72 mg/hari. Diberikan di
antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar
hemoglobin normal.
2. Vitamin C harus diberikan bersama dengan
besi (Vitamin C meningkatkan absorpsi besi).
3. Suportif : Makanan gizi seimbang terutama
yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati,
daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan)
4. Pemantauan :
a.
Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu
b.
Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat
c.
Gejala sampingan pemberian zat besi yang
bisa berupa gejala gangguan gastro-intestinal misalnya konstipasi, diare, rasa
terbakar diulu hati, nyeri abdomen dan mual. Gejala lain dapat berupa pewarnaan
gigi yang bersifat sementara.
d.
Penimbangan berat badan setiap bulan
e.
Perubahan tingkah laku
f.
Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada
anak usia sekolah dengan konsultasi ke ahli psikologi
g.
Aktifitas motorik
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arisman, Drs, MB. 2004. (Buku Ajar Ilmu
Gizi) Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Bakta,I Made. 2000. Catatan Kuliah
Hematologi Klinik (lecture Notes on Clinical Hematology). FK Unud.RS
Sanglah: Denpasar
Bakta, I Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas.
Jakarta: EGC
Hoffbrand, A.V., et al. 2005. Kapita Selekta
Hematologi. Jakarta : EGC
Nelson, Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan
Anak Nelson. Edisi 15 vol. 2. Jakarta: EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Ul. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar