LAPORAN TUTORIAL BLOK XI
HEMATOLOGI
SKENARIO III
HEMOFILIA
(Penyakit
Perdarahan Karena Gangguan Faktor Koagulasi)
Oleh :
Nama
: Rahajeng Nariswari
NIM
: J500080032
Kelompok
Tutorial : 2
Pembimbing
Tutorial : dr. Amarilys
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan
darah yang bersifat herediter dan telah dikenal sejak lama. Penyakit ini
umumnya hanya bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita hanya menjadi
carier atau pembawa sifat penyakit ini. Dikenal 3 jenis hemofilia, yaitu
hemofilia A, hemofilia B, dan hemofilia C. (Cahyohadi, 2008)
Hemofilia dapat ditemukan di seluruh dunia,
walaupun jarang ditemukan pada ras Cina. Prevalens hemofilia A diperkirakan
berkisar 1:5.000-10.000 kelahiran laki-laki sedangkan prevalens hemofilia B
diperkirakan 1:50.000 kelahiran laki-laki, sekitar 80-85 % kasus hemofilia
adalah hemofilia A. (Cahyohadi, 2008)
Penyakit ini mula-mula dikenal di
negara-negara Arab ketika beberapa anak dalam suatu keluarga atau keluarga lain
yang masih mempunyai hubungan keluarga yang dekat, meninggal dunia akibat
perdarahan pada waktu sedang dikhitankan. Namun, pada waktu itu kejadian
semacam itu dianggap sebagai takdir Allah SWT karena memang orang belum
mengetahui sebab-sebabnya. (Suryo, 2008)
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan penyakit
hemofilia?
2. Bagaimanakah patogenesis dari penyakit
hemofilia?
3. Apa sajakah gejala dan tanda dari penyakit
hemofilia?
4. Bagaimanakah diagnosis dari penyakit
hemofilia?
5. Apa sajakah diagnosis banding penyakit
hemofilia?
6. Apa sajakah penatalaksanaan yang diperlukan
untuk penderita hemofilia?
7. Bagaimanakah prognosis penyakit hemofilia?
8. Apa saja komplikasi yang dapat muncul dari
penyakit hemofilia?
C.
Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui segala hal
tentang hemofilia
2. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis dari
hemofilia
3. Mahasiswa mampu mengetahui gejala dan tanda
dari hemofilia
4. Mahasiswa mampu mengetahui diagnosis dari
hemofilia
5. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis
banding dari hemofilia
6. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan
dari penyakit hemofilia
7. Mahasiswa mampu mengetahui prognosis dari
hemofilia
8. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi dari
penyakit hemofilia
BAB II
STUDI PUSTAKA
STUDI PUSTAKA
A. Definisi
Hemofilia adalah gangguan pembekuan darah
akibat kekurangan faktor pembeku darah yang disebabkan oleh kerusakan kromosom
X. Darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara
normal. Proses pembekuan darah berjalan amat lambat, tak seperti mereka yang
normal. (Anonim, 2008)
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat
kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked
recessive pada kromosom X (Xh). (Sudoyo, 2007)
Klasifikasi hemofilia terdiri dari:
1. Hemofilia A, penderita tidak memiliki zat
antihemofili globulin (faktor VIII). Sekitar 80% dari kasus hemofilia adalah
dari tipe ini. Seseorang mampu membentuk antihemofili globulin (AHG) dalam
serum darahnya karena ia memiliki gen dominan H sedangkan jika alelnya resesif
tidak dapat membentuk zat tersebut.
2. Hemofilia B, penderita tidak memiliki
komponen plasma tromboplastin (KPT; faktor IX). Kira-kira 20% dari hemofilia
adalah tipe ini.
3. Hemofilia C, tidak disebabkan oleh gen
resesif dalam kromosom X, melainkan oleh gen resesif yang jarang dijumpai dan
terdapat pada autosom. Tidak ada 1% dari kasus hemofilia dari tipe ini.
Penderita tidak mampu membentuk zat plasma tromboplastin anteseden (PTA).
Dari klasifikasi di atas, jelaslah bahwa hemofilia
menyebabkan tidak terbentuknya tromboplastin, suatu substansi yang diperlukan
untuk pembekuan darah.(Suryo, 2008)
Kadar faktor pembekuan normal sekitar
0,5-1,5 U/dl (50-150%) karena itu berdasarkan derajat hemofilia,
hemofilia dibagi menjadi:
1. Hemofilia berat terjadi bila kadar faktor
pembekuan <1%
2. Hemofilia sedang terjadi bila kadar faktor
pembekuan 1-5%
3. Hemofilia ringan terjadi bila kadar faktor
pembekuan 5-30%
(Sudoyo, 2007)
B. Etiologi
Hemofilia diturunkan melalui kromoson X
secara resesif. Karena itu, hemofilia umumnya diderita oleh anak laki-laki.
Hemofilia diturunkan secara sex-linked recessive. Karena defeknya
terdapat pada kromosan X, maka biasanya perempuan merupakan pembawa sifat (carrier),
sedangkan laki-laki sebagai penderita.
Hemofilia berdasarkan etiologinya di bagi
menjadi dua jenis:
1. Hemofilia A
Hemofilia disebabkan karena kurangnya faktor
pembekuan VIII, biasanya juga disebut dengan hemofilia klasik. Dapat muncul
dengan bentuk ringan, berat, dan sedang.
a. Berat (kadar faktor VIII atau IX kurang dari
1%)
b. Sedang (faktor VIII/IX antara 1%-5%) dan
c. Ringan (faktor VIII/X antara 5%-30%).
Gejala hemofilia A : kecenderungan mudah
terjadi perdarahan (hemorrhage), yang ditandai: muntah/berak darah,
nyeri perut, nyeri/kaku sendi, mimisan (epistaxis), sakit kepala, kaku
leher, ngantuk (lethargy), dll. Perdarahan yang umum dijumpai adalah
hematoma (bengkak yang berisi darah), dapat berupa memar kebiruan di berbagai
bagian tubuh dan hemarthrosis atau perdarahan yang sukar berhenti. Perdarahan
ke dalam sendi siku, lutut, dan pergelangan kaki menyebabkan rasa nyeri
disertai pembengkakan dan gerak seni yang terbatas. Akhirnya sendi yang tak
dapat digunakan, tak dapat digerakkan. Tanda-tanda perdarahan; umum: tachycardia
(denyut jantung > 100 X per menit), tachypnea (nafas cepat), tekanan
darah rendah (hypotension). Spesifik: meningismus (gejala awal
meningitis, tanpa disertai peradangan), nyeri kandung kemih, nyeri saat
bergerak, sumbatan jalan nafas (airway obstruction), dll. Hasil
Laboratorium menunjukkan defisiensi faktor VIII, nilai PTT (partial
thromboplastin time) amat memanjang, sedangkan waktu protrombin (prothrombin
time/PT), jumlah trombosit, dan waktu perdarahan normal. TGT (thromboplastin
generation test) / differential APTT dengan plasma abnormal. Kadar
faktor IX normal.
2. Hemofilia B
Hemofilia ini di sebabkan karena defisiensi functional
plasma coagulation factor IX, mutasi spontan, dan proses imunologis yang
didapat (acquired).
Gejala ke dua tipe hemofilia adalah sama,
seperti hemofilia A, hasil Laboratorium sedikit berbeda. Hasil Laboratorium
menunjukkan defisiensi faktor IX, nilai PTT (partial thromboplastin time) amat
memanjang, sedangkan waktu protrombin (prothrombin time / PT) dan waktu
perdarahan normal. TGT (thromboplastin generation test) / differential
APTT dengan serum abnormal. Kadar faktor VIII normal.
(Sodeman, 1995)
C. Patofisiologi
Hemofilia terjadi ketika ada salah satu
faktor pembekuan mengalami gangguan, seperti faktor VIII dan faktor IX, berikut
ini adalah skema perjalanan pembekuan darah yang normal :
Ketika ada gangguan di faktor IX
ataupun faktor VIII, maka akan menghambat intrinsic pathway, sehingga jalur
intrinsicnya menjadi semakin lama (aPTT mengalami pemanjangan). Akhirnya
protrombin tidak akan bisa berubah menjadi trombin. Trombin tidak dapat
membantu fibrinogen berubah menjadi fibrin, sehingga akhirnya tidak terjadi
pembekuan. (Cahyohadi, 2008)
D. Manifestasi Klinis
1. Kedua jenis hemofilia ini memiliki
gejala yang sama, yaitu penderita mengalami perdarahan yang sukar berhenti,
lebam-lebam atau biru (pendarahan di bawah kulit) tanpa sebab, nyeri sendi
serta otot karena perdarahan.
2. Perdarahan yang sering terjadi yaitu di
bagian mulut (pada bayi), sendi (hemartrosis), mimisan, air kencing
hingga perdarahan kepala (intrakranial). Perdarahan berlanjut dapat terjadi
setelah tindakan operatif ringan seperti cabut gigi atau khitan.
3. Sering terjadi perdarahan di bawah kulit
yang berlokasi pada persendian, siku tangan maupun pergelangan kaki serta lutut
kaki. Bila perdarahan tak segera berhenti atau perdarahan terjadi pada otak,
akibatnya bisa fatal karena bisa berakhir dengan kematian.
E. Diagnosis Banding
1. Hemofilia A dan B dengan defisiensi faktor
XI dan XII
2. Hemofilia A dengan penyakit von Willebrand (kususnya
varian Normandy), inhibitor F VIII yang didapat dan kombinasi defisiensi F VIII
dan V kongenital.
3. Hemofilia B dengan penyakit hati, pemakaian warfarin,
defisiensi vitamin K, sangat jarang inhibitor F IX yang didapat.
(Sudoyo, 2006)
F. Diagnosis
1. Hemofilia A
Faktor pembekuan darah (VIII) dari 0 – 25% Normal
Pemeriksaan APTT Hemofilia A panjang Normal perbaikan
Total tidak ada perbaikan
2. Hemofilia B
Faktor pembekuan darah (IX) dari 0 – 25% Normal
Pemeriksaan APTT Hemofilia B panjang Normal Tidak
perbaikan Total.
3. Uji laboratorium (uji skrining untuk
koagulasi darah)
4. Jumlah trombosit (normal)
5. Masa protrombin (normal)
6. Masa tromboplastin parsial (meningkat,
mengukur keadekuatan faktor koagulasi intrinsik)
7. Masa perdarahan (normal, mengkaji
pembentukan sumbatan trombosit dalam kapiler)
8. Assays fungsional terhadap faktor VIII dan
IX (memastikan diagnostik)
9. Masa pembekuan trombin
10. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh
jaringan untuk pemeriksaan patologi dan ggkultur.
11. Uji fungsi hati (SGPT, SGOT, Fosfatase alkali, bilirubin)
(M. Lawrence Tierney, dkk, 2003)
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan adalah
atrofi hemofilia, yaitu penimunan darah intra artikular yang menetap dengan
akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi yang progresif. Hal ini
menyebabkan penurunan sampai rusaknya fungsi sendi. Hemartrosis yang tidak
dikelola dengan baik juga dapat menyebabkan sinovitis kronik akibat proses
peradangan jaringan sinovial yang tidak kunjung berhenti. Sendi yang sering
mengalami komplikasi adalah sendi lutut, pergelangan kaki, dan siku.
Pendarahan yang berkepanjangan akibat
tindakan medis sering ditemukan jika tidak dilakukan terapi pencegahan dengan
memberikan faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan berat sesuai dengan
macam tindakan medis itu sendiri. Sedangkan pendarahan akibat trauma
sehari-hari yang tersering berupa hemartrosis, pendarahan intramuskular dan
hematom. Pendarahan intrakranial jarang terjadi, namun jika terjadi berakibat
fatal.
(Sudoyo, 2006)
H. Penatalaksanaan
1. Supportive
- menghindari luka
- merencanakan suatu kehendak operasi
- RICE (Rest ice compression Elevation)
- Pemberian kortiko steroid
- Pemberian analgetika
- Rehabilitasi medik
2. Penggantian factor pembekuan
Pemberian factor VIII/IX dalam bentuk rekombinan
konsentrat maupun komponen darah
3. Terapi gen
4. Lever transplantation
5. Pemberian vitamin K; menghindari aspirin,
asam salisilat, AINS, heparin
6. Pemberian rekombinan factor VIII
7. Pada pembedahan (dengan dosis kg/berat
badan)
FAktor VIII dalam bentuk recombinate dan coginate
Factor IX dalam bentuk mononine dengan dosis kg/berat badan.
Factor IX dalam bentuk mononine dengan dosis kg/berat badan.
I. Pencegahan
1. Jaga berat badan tubuh anak agar tetap ideal dengan
mengkonsumsi makanan dan minuman yang menyehatkan. Pasalnya, berat badan
berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki.
2. Olahraga teratur sesuai dengan yang dianjurkan oleh
dokter yang menangani. Pilih olahraga yang aman untuk anak, misalnya berenang.
Dan hindari olahraga fisik yang terlalu berat dan beresiko tinggi terluka,
seperti sepakbola. Kondisi fisik yang baik dan bugar dapat mengurangi jumlah
perdarahan.
3. Rawat gusi dan gigi anak dengan baik serta lakukan
pemeriksaan kesehatan gigi dan gusi secara rutin. Sebab sedikit masalah pada
gigi dan gusi bisa mengakibatkan perdarahan.
J. Prognosis
Memang tidak ada kata ‘sembuh’ bagi hemofilia.
Tanpa terapi sebagian anak hemofilia berat meninggal, tetapi dengan terapi
tepat dapat menjamin anak tumbuh normal dan produktif di masa dewasa. Tersedianya fasilitas darah segar,
kropresipitat dan F VIII menyebabkan prognosis hemofilia menjadi baik.
www.conectique.com
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Anton, 3 tahun. Dengan keluhan memar-memar
kebiruan setelaj jatuh dari tangga 2 minggu yang lalu dan terjadi hemartrosis.
Sendi bertambah bengkak dan memamrnya bertambah luas. Pernah terjadi memar
seperti ini hilangnya 2minggu, riwayatmimisan tidak ada. Kakak kandung
laki-lakinya meninggal pada usia 5 tahun dan sebelumnya mengalami keluhan yang
serupa, sedangkan pamannya juga mengalami hal yang serupa,meninggal pada usia
yang masih muda. Hasil laboratorium menunjukkan Hb 10 mg/dl, AL 6000/mL, AT
257.000/mL, Ptnormal/APTT memanjang. Rumple Leede (-).
Pembahasan :
Gejala yang muda dikenali pada kasus
hemofilia adalah bila terjadi luka yang meneybabkan sobekan pada kulit
dipermukaan tubuh maka darah akan terus mengalir dan memerlukanwaktu
berhari-hari untuk berhenti. Bila luka terjadi dibawah kulit misal karena
benturan maka akan menyebabkan memar atau lebam kebiruan disertai rasa nyeri
yang hebat pada bagian tersebut. Pada penderita hemofilia perdarahan yang terjadi
berulang-ulang akan menyebabkan kerusakan pada sendi sehingga gerakan sendi
menjadi terbatas (kaku). Selain itu terjadi kelemahan pada otot disekitar sendi
tersebut.
Perdarahan setelah trauma bersifat “delayed
bleeding’, karena timbulnya perdarahan terlambat. Jadi mula – mula luka dapat
ditutup oleh sumbat trombosit, tetapi karena defisiensi F VIII atau IX maka
pembentukan fibrin terganggu sehingga timbul perdarahan. Gambaran yang khas
adalah hematoma dan hemartrosis atau perdarahan dalam rongga
sendi. Perdarahan yang berulang – ulang pada rongga sendi dapat mengakibatkan
cacat yang menetap dan perdarahan pada organ tubuh yang penting seperti otak
dapat membahayakan jiwa. Kerusakan
sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di
sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali
perdarahan yang berat (hemarthrosis). Sendi yang paling sering rusak adalah sendi
engsel seperti lutut,
pergelangan kaki, dan siku. Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat
dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama. Makin sering perdarahan
dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan.
Anton, kakak laki-laki Anton, dan paman
Anton mengalami penyakit yang serupa disebabkan hemofili terjadi akibat
beberapa kelainan gen yang sifatnya diturunkan, diturunkan melalui ibu tetapi
hampir selalu menyerang anak laki-laki. Laki-laki memiliki kromosom XY,
hemofilia terjadi akibat mutasi atau cacat genetik pada kromosom X (linked
resesif). Artinya diturunkan lewat gen X (ibu) yang mengenai anak laki-lakinya.
Sedangkan perempuan hanya pembawa sifat (carrier). Namun bukan tak mungkin
perempuan menderita hemofilia. Bisa saja, jika ayahnya seorang hemofilia dan
ibunya carrier.
1. Adanya anak perempuan dari seorang pria
penderita hemofilia menjadi seorang karier.
2. Kemungkinan 50% anak lelaki dari keturunan
anak wanita yang menjadi karier hemofilia.
3. Anak yang dilahirkan dari ayah yang
menderita hemophilia dan ibu yang menderita karier hemofilia.
4. Hemofilia paling banyak diderita pada laki-laki. Wanita akan benar-benar mengalami
hemofilia jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah pemabawa
sifat (carrier). Dan ini sangat jarang terjadi.
5. Sebagai penyakit yang di turunkan, orang
akan terkena hemofilia sejak ia dilahirkan, akan tetapi pada kenyataannya
hemofilia selalu terditeksi di tahun pertama kelahirannya.
Dari hasil labolatorium didapatkan Hb, AL,
AT, dan PT dalam kondisi yang normal, sedangkan APTT memanjang dan Rumple Leede
(-). Pada penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat perdarahan,
pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan penyaring
hemostasis yang terdiri atas hitung trimbosit, uji pembendungan, masa
perdarahan, PT (prothrombin time - masa protrombin plasma), APTT (activated
partial thromboplastin time – masa tromboplastin parsial teraktivasi) dan TT
(thrombin time – masa trombin). Pada hemofilia A atau B akan dijumpai pemanjangan
APTT sedangkan pemerikasaan hemostasis lain yaitu hitung trombosit, uji
pembendungan, masa perdarahan, PT dan TT dalam batas normal. Pemanjangan APTT
dengan PT yang normal menunjukkan adanya gangguan pada jalur intrinsik sistem
pembekuan darah. Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga
defisiensi salah satu dari faktor pembekuan ini akan mengakibatkan pemanjangan
APTT yaitu tes yang menguji jalur intrinsik sistem pembekuan darah.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1. Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah
kongenital karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau
faktor IX (Hemofilia B).
2. Penyebab Hemofilia adalah karena anak
kekurangan faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).
3. Hemofilia merupakan penyakit kongenital yang
diturunkan oleh gen resesif x-linked dari pihak ibu.
4. Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma
yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor
tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh
cidera.
5. Hemofilia berat ditandai dengan perdarahan
kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang relatif ringan.
6. Tempat perdarahan yang paling umum di dalam
persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan pangkal paha.
7. Terapi akibat perdarahan akut adalah pemberian
F VIII. Sekarang sudah ada F VIII yang dapat di berikan secara intra vena, dan
apabila tidak mempunyai F VIII maka dapat di berikan kriopresipitat (plasma
yang didinginkan) atau di berikan transfusi darah segar.
8. Tersedianya fasilitas darah segar,kropresipitat
dan F VIII menyebabkan prognosis hemofilia menjadi baik.
B.
Saran
1. Untuk menghindari terjadinya penurunan
hemofilia secara herediter, maka sebaiknya pasangan yang ingin menikah
melakukan Genetic Counselling ataupun melakukan pengecekan menggunakan
silsilah pohon keluarga (Pedigree).
2. Sebaiknya bagi ibu hamil melakukan screening
dini dengan mengambil sampel dari biopsi Villus chorionik atau dari amniosentris
untuk mengetahui kondisi anaknya.
3. Untuk pasien penderita hemofilia sebaiknya
rutin untuk melakukan konseling ke dokter.
4. Biasakan gaya hidup sehat.
DAFTAR PUSTAKA
M. Lawrence Tierney, dkk. Diagnosis dan Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam Buku 2. 2003. Penerbit Salemba Medika: Jakarta.
Sudoyo, W Aru,. 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi IV. Jakarta : FK UI
Handayani,Wiwik & Sulistyo, Andi Hariwibowo. 2008. Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Murwani,Arita. 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam.
Yogjakarta : Mitra
Cendikia Press
Ovedoff, David. 2002. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta : Binarupa Aksara
Sodeman.1995.Patofisiologi.Edisi 7.Jilid 2.
Jakarta: Hipokrates
www.indonesian hemophilia society.com
www.conectique.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar