Minggu, 21 November 2010

Anemia Defisiensi Besi
LAPORAN TUTORIAL BLOK XI
HEMATOLOGI
SKENARIO I

ANEMIA DEFISIENSI BESI
(Pengaruh Berkurangnya Asupan Zat Besi pada Terajadinya Anemia)





Oleh :
                                                       Nama                          : RahajengNariswari
                                                       NIM                            : J500080032
                                                       Kelompok Tutorial     :  2
                                                       Pembimbing Tutorial  : dr. Mahmudah


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan anemia yang paling sering terjadi di negara berkembang seperti Indonesia terkait tingkat ekonomi terbatas, kurangnya asupan protein hewani, dan infestasi parasit yang merupakan masalah endemik. Prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia belum ada data yang pasti, Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil serta 46-92% pada wanita hamil. Anemia ini ditandai dengan terjadinya penurunan kadar hemoglobin, MCV, MCH, MCHC, feritin serum dan meningkatnya Total Iron Binding Capacity (TIBC).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi untuk sintesis heme pada hemoglobin untuk transportasi O2 ke jaringan tubuh. Anemia ini bisa terjadi pada bayi dan anak-anak. Hal ini dikarenakan pada masa bayi dan anak-anak diperlukan asupan besi yang cukup tinggi untuk mencapai kadar normal besi pada dewasa sekitar 5 gr di mana tubuh bayi baru lahir mengandung 0,5 gr besi sehingga diperlukan sekitar 0,8 mg/hari untuk mencapai kadar normal tersebut. Apabila asupan tersebut tidak terpenuhi dapat mengakibatkan defisiensi besi. Selain itu juga dapat disebabkan oleh gangguan absorbsi kongenital, perdarahan akut maupun kronis, dan faktor nutrisi (Nelson, Waldo E. 2000).

B.       Rumusan Masalah
1.         Apa definisi Anemia Defisiensi Besi ?
2.         Apa saja sumber besi dan pembentukan besi pada darah ?
3.         Bagaimana etiologi dari  Anemia Defisiensi Besi dan ?
4.         Bagaimana patofisiologi ADB ?
5.         Bagaimana manifestasi klinis dari ADB ?
6.         Bagaimana diagnosis dan diagnosis banding ADB ?
7.         Apa saja komplikasi dari ADB ?
8.         Apa saja pemeriksaan penunjang untuk ADB ?
9.         Bagaimana penatalaksanaan dari ADB ?

C.      Tujuan
1.         Mengetahui tentang definisi Anemia Defisiensi Besi (ADB).
2.         Mengetahui sumber-sumber besi dan fungsi besi dalam pembentukan darah.
3.         Mengetahui tentang etiologi ADB.
4.         Mengetahui tentang patofisiologi ADB.
5.         Mengetahui tentang diagnosis ADB.
6.         Mengetahui tentang diagnosis banding dari ADB.
7.         Mengetahui tentang penatalaksanaan dari ADB.
8.         Mengetahui tentang manifestasi klinis dari ADB.

D.      Manfaat
1.         Mahasiswa kedokteran diharapkan dapat mengetahui dan memahami mengenai penyakit Anemia Defisiensi Besi.
2.         Mahasiswa kedokteran diharapkan dapat mengetahui dan memahami mengenai pencegahan dan penatalaksanaan penyakit Anemia dfisiensi Besi.



BAB II
STUDI PUSTAKA

A.      Definisi
Anemia defisiensi ialah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atu beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. (IKA UI, 2007)
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang. (Bakta, 2007)
Klasifikasi Anemia :
1.         Anemia mikrositik, hipokrom misalnya : anemia defesiensi besi, dan talasemia.
2.         Anemia normositik, normokrom misalnya : setelah kehilangan darah akut, anemia hemolitik dan anemia sekunder, kegagalan sumsum tulang.
3.         Anemia makrositik, misalnya anemia megaloblastik.

B.       Fungsi Besi dalam Pembentukan Darah
Hemoglobin, suatu bahan penting dalam eritrosit juda dibentuk dalam sumsum tulang. Hemoglobin hin dibentuk dari hem dan globin. Hem sendiri terdiri dari 4 struktur pirol dengan atom Fe ditengahnya, sedangkan globin terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida.
Semua besi disimpan dalam bentuk feritin atau hemosiderin. Feritin merupakan kompleks besi-protein yang esensial dan terdapat pada hampir semua jaringan terutama dalam hepar, limfa, sumsum tulang, dan otot skletal. Dalam hepar, kebanyakan feritin disimpan dalam sel parenkim; sedangkan dalam jaringan lain seperti limfa dan sumsum tulang, terutama disimpan dalam sel fagosit mononuklear. Besi yang ada dalam hepatosit berasal dari transferin plasma, sedangakan besi yang berada dalam sel fagosit mononuklear, termasuk sel Kupffer diperoleh dari pemecahan eritrosit. Didalam sel, feritin terletak dalam sitoplasma dan lisosome, yang mana selaput protein feritin mengalami degradasi dan besi beragregasi menjadi granul hemosiderin. Dengan pewarnaan sel yang biasa, hemosiderin tampak sebagai granul berwarna kuning keemasan. Besi cepat bereaksi terhadap zat kimia sehingga ketika hemosiderin dalam jaringan ditetesi dengan potassium ferrocyanide (prussian blue reaction), granula berubah menjadi biru-hitam. Dengan cadangan besi normal, hanya sedikit hemosiderin yang ada dalam tubuh, khususnya sel retikuloendotelial dalam sumsum tulang, limfa, dan hepar. Dalam sel dengan jumlah besi berlebihan, kebanyakan besi disimpan dalam bentuk hemosiderin. (Hoffman, 2000;Cuningam et al., 2001).
Feritin berada dalam sirkulasi dalam jumlah yang sangat kecil. Feritin plasma berasal dari cadangan besi tubuh sehingga kadar feritin dapat dipakai sebagai indikator kecukupan cadangan besi tubuh. Dalam keadaan defisiensi besi, kadar feritin serum selalu berada dibawah 12 mug/L, sebaliknya pada kondisi besi yang berlebihan, nilai tertinggi mencapai 5000mug/L. Fungsi fisiologis yang penting dari cadangan besi adalah siap dimobilisasi dalam keadaan kebutuhan besi meningkat, seperti pada keadaan setelah perdarahan. (Gary et al., 2000).

C.      Sumber Besi
Bayi baru lahir yang sehat telah mempunyai persediaan besi yang cukup sampai ia berusia 6 bulan, sedangkan bayi premature persediaan besinya hanya cukup sampai ia berusia 3 bulan. Makanan yang mengandung banyak besi adalah hati, ginjal, daging,teluar, buah dan sayur yang mengandung klorofil. Untuk menghindari anemia defisiensi besi ke dalam susu buatan sudah ditambahkan besi. (IKA, 2007)
Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang berasal dari daging hewan. Disamping banyak mengandung zat besi, serapan zat besi dari sumber makanan zat tersebut mempunyai angka keserapan sebesar 20 – 30%.
Faktor makanan yang berpengaruh dalam penyerapan zat besi (WHO, 1989) :
1.         Faktor makanan
a.       Faktor yang memacu penyerapan zat besi bukan heme
§  Vitamin C
§  Daging, unggas, ikan, makanan laut.
§  pH rendah
b.      Faktor yang menghambat penyerapan zat besi bukan heme
§  Fitat (500mg/hari)
§  Polifenol
2.         Faktor Pejamu
a.         Status zat besi
b.        Status kesehatan (infeksi, malabsorbsi)
                                                                                                               (Arisman, 2004)


D.      Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1.      Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal  dari :
a.         Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b.         Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia
c.         Saluran kemih : hematuria
d.        Saluran napas : hemoptoe.
2.      Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).
3.      Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
4.      Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
                                                                                                          (Bakta, 2007)

E.       Patofisiologi
Tiap hari, 20-25 ml sel darah merah dirombak sebagai hasil normal penuaan sel darah. Selama proses ini berlangsung sekitar 1 mg besi hilang dan diekskresikan melalui urine, saluran empedu, dan sekresi lain. Sisanya 19 sampai 24 mg besi digunakan kembali untuk produksi lebih banyak hemoglobin dalam formasi baru sel darah merah. Orang dewasa normal menyerap 5-10% besi dalam dietnya. Ini menyediakan 1 sampai 2 mg perhari dan mengganti kerugian untuk kebutuhan normal sehari-hari yang hilang selama pergantian sel darah.
Dari diskusi ini dapat dilihat, kalau ada kebutuhan terhadap peningkatan kebutuhan besi pada bayi, kehamilan, atau kehilangan darah berlebihan, anemia defesinsi besi tidak akan terjadi. Saat defesiensi besi terjadi ia berkembang dalam tiga tahap yaitu :
1.      Langkah pertama, yaitu pengosongan besi ketika besi sedang digunakan oleh sel darah merah pada kecepatan yang tinggi (selama masa pertumbuhan dan perdarahan) dan diet (intake) besi tidak cukup untuk menjaga dengan meningkatnya penggunaan. Besi yang disimpan kemudian akan diperlukan.
2.      Defesiensi besi eritropoiesis lalu mengambil tempat, dimana penyimpanan besi menjadi kehabisan tenaga dan anemia tidak akan muncul
3.      Anemia defesiensi besi, lalu berhasil, dimana masukannya tidak memenuhi tuntutan tempat penyimpanan dikosongkan dan anemia muncul serta dapat dideteksi.
Manifestasi utama dari defesiensi besi adalah anemia yang karakteristik. Sel darah merahnya kecil, pucat dan bentuknya tidak menentu, menunjukkan anemia hipokromik mikrositik atau anemia defesiensi besi. Tanda sumsum sel darah merah mungkin menjadi pucat dan usang dimakan. Di bawah sinar ultraviolet sel mengalami fluorosensi karena banyak akumulasi porpirin besi yang bebas serta sifatnya yang abnormal.

F.       Tanda dan Gejala
1.      Gejala Umum anemia atau sindrom anemia
a.         Sistem kardiovaskuler
Lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu kerja, angina pectoris, dan gagal jantung
b.         Sistem saraf
Sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas
c.         Sistem urogenital
Gangguan haid dan libido menurun
d.        Epitel
Warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tupis dan halus
2.      Gejala penyakit dasar yang menyebabkan anemia
                                                                                                          (Bakta, 2007)

G.      Diagnosis Banding
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :
  1. Thalasemia (khususnya thallasemia minor) : Hb A2 meningkat, Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
  2. Anemia karena infeksi menahun : Biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik mikrositik. Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
  3. Keracunan timah hitam (Pb) : terdapat gejala lain keracunan Pb.
  4. Anemia sideroblastik : terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang (Hoffbrand, A.V., et al. 2005).

H.      Diagnostik
Pendekatan diagnostic untuk penderita anemia yaitu berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
1.         Anamnesis
Pada anamnesis ditanya mengenai riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu, riwayat gizi, anamnesis mengenai lingkungan fisik sekitar, apakah ada paparan terhadap bahan kimia atau fisik serta riwayat pemakaian obat. Riwayat penyakit keluarga juaga ditanya untuk mengetahui apakah ada faktor keturunan.
2.         Pemeriksaan fisik
a.         Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami
b.        Kuku : koilonychias (kuku sendok)
c.         Mata : ikterus, konjugtiva pucat, perubahan pada fundus
d.        Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi papil lidah
e.         Limfadenopati, hepatomegali, splenomegali
3.         Pemeriksaan laboratorium hematologi
a.         Tes penyaring
§   Kadar porfirin eritrosit bebas : meningkat
§   Konsentrasi besi serum : menurun
§   Saturasi transferinmenurun
§   Konsentrasi feritin serum : menurun
§   Hemoglobin : menurun
§   Rasio hemoglobin porfirin eritrosit : lebih dari 2,8 ug/g adalah diagnostic untuk defisiensi besi
§   Mean cospuscle volume ( MCV) dan mean cospuscle hemoglobin concentration ( MCHC ) : menurun menyebabkan anemia hipokrom mikrositik atau sel-sel darah merah yang kecil-kecil dan pucat.
§   Selama pengobatan jumlah retikulosit : meningkat dalam 3 sampai 5 hari sesuadh dimulainya terapi besi mengindikasikan respons terapeutik yang positif.
§   Dengan pengobatan, hemoglobin : kembali normal dalam 4 sampai 8 minggu mengindikasikan tambahan besi dan nutrisi yang adekuat.
b.        Pemeriksaan rutin
§   Laju endap darah
§   Hitung deferensial
§   Hitung retikulosit
c.         Pemeriksaan sumsum tulang
d.        Pemeriksaan atas indikasi khusus
§   Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin
§   Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
§   Anemia hemolitik : tes Coomb, elektroforesis Hb
§   Leukemia akut : pemeriksaan sitokimia
§   Diatesa hemoragik : tes faal hemostasis
4.         Pemeriksaan laboratorium non hematologi
5.         Pemeriksaan faal ginjal, hati, endokrin, asam urat, kultur bakteri
                                                                                                               (Bakta, 2000)

I.         Penatalaksanaan
1.         Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).
2.         Sulfa ferousus 3x10 mg/kgBB/hari. Hasil pengobatan dapat terlihat dari kenaikan hitung retikulosit dan kenaikan kadar Hb1 – 2 g%/minggu.
3.         fero fumarat : 6 mg/kg/hari. Diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
4.         Tranfusi darah hanya diberikan bila kadar Hbkurang dari 5g% dan disertai keadaan umum yang kurang baik.
5.         Terapi kausal tergantung penyebabnya, misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
                                                                                                          (IKA, 2007)



BAB III
PEMBAHASAN

Anis, anak laki-laki usia 5 tahun pagi itu diantar ibunya ke dokter karena akhir-akhir ini sering sakit. Hampir tiap bulan Anis pergi ke dokter untuk berobat. Ia sering mengalami demam dan nafsu makan berkurang. Ibunya juga mengeluh bahwa Anis sering mengantuk apabila sedang belajar di sekolah dan malas bermain dengan temannya. Pola makan sejak kecil memang tidak suka daging dan susu karena orang tuanya vegetarian.
Pada pemeriksaan oleh dokter, dari pemeriksaan fisik didapatkan BB 12 kg, konjungtiva pucat, tidak febris, nadi 80x/mnt, respirasi 20x/mnt, tidak terdapat abnormalitas pada bunyi jantung dan paru, tidak terdapat abnormalitas pada abdomen.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb 9,46 g/dl, eritrosit 4,65x106/ul, Ht 29,3%, MCV 63,0 Fl, MCH 20,4 pg, MCHC 32,3 g/dl, leukosit 8,73x103/ul, trombosit 320x103/mm3.
A.      Pemeriksaan Fisik
1.         Gejala
a.         Sering sakit
b.        Sering mengalami demam
c.         Nafsu makan berkurang
d.        Sering mengantuk
e.         Malas bermain
f.         Tidak suka daging dan susu
2.         Tanda
a.       BB 12 kg
b.      Konjungtiva pucat
c.       Tidak febris
d.      Nadi 80x/mnt
e.       Respirasi 20x/mnt
f.       Tidak terdapat abnormalitas pada bunyi jantung, paru, dan abdomen.

B.       Pemeriksaan Laboratorium
1.      Pemeriksaan laboratorium hematologi
Tes Penyaring
Hasil Pemeriksaan
Normal
·      Kadar Hb
·      Indeks eritrosit
1.      MCV
2.      MCH
3.      MCHC
·      Leukosit
·      Trombosit
·      Ht
·      Hapusan darah tepi
9,46 g/dl (menurun)
4,65x106/ul (normal)
63,0 Fl (menurun)
20,4 pg (menurun)
32,3 g/dl (normal)
8,73x103/ul (normal)
320x103/mm3 (normal)
29,3 % (menurun)

13,5 – 18,0 g/dl
4,2 – 5,2 juta/ mm3
82 – 92 Fl
27 – 32 pg
32 – 37%
4 – 11x106/L
150 – 350x103/mm3
41,4%)


2.      Pemeriksaan penunjang lainnya
a)         Pemeriksaan rutin
·      Laju endap darah
·      Hitung deferensial
·      Hitung retikulosit
a)         Pemeriksaan sumsum tulang
b)        Pemeriksaan atas indikasi khusus
·      Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin
3.      Pemeriksaan laboratorium non hematologi
a)      Abdomen (ginjal, hati, endokrin)   : tidak terdapat abnormalitas
b)      Jantung                                           : tidak terdapat abnormalitas
c)      Paru                                                : tidak terdapat abnormalitas

C.      Hasil Diagnosa
Anemia mikrositik hipokrom ukuran sel-sel darah merah kecil mengandung Hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal ( MCV maupun MCHC menurun ).

D.      Penatalaksanaan
1.         Zat besi diberikan per oral dalam dosis untuk Anis (BB 12 kg) :
a.    fero sulfat : 30 mg/kg/hari, dibagi dalm 3 dosis : 30 x 12: 360 mg/hari
b.    fero fumarat : 6 mg/kg/hari : 6 x 12 : 72 mg/hari. Diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
2.         Vitamin C harus diberikan bersama dengan besi (Vitamin C meningkatkan absorpsi besi).
3.         Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan)
4.         Pemantauan :
a.         Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu
b.        Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat
c.         Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan gastro-intestinal misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri abdomen dan mual. Gejala lain dapat berupa pewarnaan gigi yang bersifat sementara.
d.        Penimbangan berat badan setiap bulan
e.         Perubahan tingkah laku
f.         Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan konsultasi ke ahli psikologi
g.        Aktifitas motorik



BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan

B.       Saran



DAFTAR PUSTAKA

Arisman, Drs, MB. 2004. (Buku Ajar Ilmu Gizi) Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Bakta,I Made. 2000. Catatan Kuliah Hematologi Klinik (lecture Notes on Clinical Hematology). FK Unud.RS Sanglah: Denpasar
Bakta, I Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC
Hoffbrand, A.V., et al. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC
Nelson, Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15 vol. 2. Jakarta: EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Ul. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Universitas Indonesia



Tidak ada komentar:

Posting Komentar