Minggu, 21 November 2010


Hemofilia
LAPORAN TUTORIAL BLOK XI
HEMATOLOGI
SKENARIO III

HEMOFILIA
(Penyakit Perdarahan Karena Gangguan Faktor Koagulasi)





Oleh :
                                                   Nama                              : Rahajeng Nariswari
                                                   NIM                                : J500080032
                                                   Kelompok Tutorial         :  2
                                                   Pembimbing Tutorial      : dr. Amarilys


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang bersifat herediter dan telah dikenal sejak lama. Penyakit ini umumnya hanya bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita hanya menjadi carier atau pembawa sifat penyakit ini. Dikenal 3 jenis hemofilia, yaitu hemofilia A, hemofilia B, dan hemofilia C. (Cahyohadi, 2008)
Hemofilia dapat ditemukan di seluruh dunia, walaupun jarang ditemukan pada ras Cina. Prevalens hemofilia A diperkirakan berkisar 1:5.000-10.000 kelahiran laki-laki sedangkan prevalens hemofilia B diperkirakan 1:50.000 kelahiran laki-laki, sekitar 80-85 % kasus hemofilia adalah hemofilia A. (Cahyohadi, 2008)
Penyakit ini mula-mula dikenal di negara-negara Arab ketika beberapa anak dalam suatu keluarga atau keluarga lain yang masih mempunyai hubungan keluarga yang dekat, meninggal dunia akibat perdarahan pada waktu sedang dikhitankan. Namun, pada waktu itu kejadian semacam itu dianggap sebagai takdir Allah SWT karena memang orang belum mengetahui sebab-sebabnya. (Suryo, 2008)

B.            Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan penyakit hemofilia?
2.      Bagaimanakah patogenesis dari penyakit hemofilia?
3.      Apa sajakah gejala dan tanda dari penyakit hemofilia?
4.      Bagaimanakah diagnosis dari penyakit hemofilia?
5.      Apa sajakah diagnosis banding penyakit hemofilia?
6.      Apa sajakah penatalaksanaan yang diperlukan untuk penderita hemofilia?
7.      Bagaimanakah prognosis penyakit hemofilia?
8.      Apa saja komplikasi yang dapat muncul dari penyakit hemofilia?

C.           Tujuan
1.      Mahasiswa mampu mengetahui segala hal tentang hemofilia
2.      Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis dari hemofilia
3.      Mahasiswa mampu mengetahui gejala dan tanda dari hemofilia
4.      Mahasiswa mampu mengetahui diagnosis dari hemofilia
5.      Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding dari hemofilia
6.      Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari penyakit hemofilia
7.      Mahasiswa mampu mengetahui prognosis dari hemofilia
8.      Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi dari penyakit hemofilia


BAB II
STUDI PUSTAKA

A.      Definisi
Hemofilia adalah gangguan pembekuan darah akibat kekurangan faktor pembeku darah yang disebabkan oleh kerusakan kromosom X. Darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah berjalan amat lambat, tak seperti mereka yang normal. (Anonim, 2008)
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh). (Sudoyo, 2007)
Klasifikasi hemofilia terdiri dari:
1.      Hemofilia A, penderita tidak memiliki zat antihemofili globulin (faktor VIII). Sekitar 80% dari kasus hemofilia adalah dari tipe ini. Seseorang mampu membentuk antihemofili globulin (AHG) dalam serum darahnya karena ia memiliki gen dominan H sedangkan jika alelnya resesif tidak dapat membentuk zat tersebut.
2.      Hemofilia B, penderita tidak memiliki komponen plasma tromboplastin (KPT; faktor IX). Kira-kira 20% dari hemofilia adalah tipe ini.
3.      Hemofilia C, tidak disebabkan oleh gen resesif dalam kromosom X, melainkan oleh gen resesif yang jarang dijumpai dan terdapat pada autosom. Tidak ada 1% dari kasus hemofilia dari tipe ini. Penderita tidak mampu membentuk zat plasma tromboplastin anteseden (PTA).
Dari klasifikasi di atas, jelaslah bahwa hemofilia menyebabkan tidak terbentuknya tromboplastin, suatu substansi yang diperlukan untuk pembekuan darah.(Suryo, 2008)
Kadar faktor pembekuan normal sekitar 0,5-1,5 U/dl (50-150%) karena itu berdasarkan derajat hemofilia, hemofilia dibagi menjadi:
1.      Hemofilia berat terjadi bila kadar faktor pembekuan <1%
2.      Hemofilia sedang terjadi bila kadar faktor pembekuan 1-5%
3.      Hemofilia ringan terjadi bila kadar faktor pembekuan 5-30%
(Sudoyo, 2007)

B.       Etiologi
Hemofilia diturunkan melalui kromoson X secara resesif. Karena itu, hemofilia umumnya diderita oleh anak laki-laki. Hemofilia diturunkan secara sex-linked recessive. Karena defeknya terdapat pada kromosan X, maka biasanya perempuan merupakan pembawa sifat (carrier), sedangkan laki-laki sebagai penderita.
Hemofilia berdasarkan etiologinya di bagi menjadi dua jenis:
1.      Hemofilia A
Hemofilia disebabkan karena kurangnya faktor pembekuan VIII, biasanya juga disebut dengan hemofilia klasik. Dapat muncul dengan bentuk ringan, berat, dan sedang.
a.       Berat (kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%)
b.      Sedang (faktor VIII/IX antara 1%-5%) dan
c.       Ringan (faktor VIII/X antara 5%-30%).
Gejala hemofilia A : kecenderungan mudah terjadi perdarahan (hemorrhage), yang ditandai: muntah/berak darah, nyeri perut, nyeri/kaku sendi, mimisan (epistaxis), sakit kepala, kaku leher, ngantuk (lethargy), dll. Perdarahan yang umum dijumpai adalah hematoma (bengkak yang berisi darah), dapat berupa memar kebiruan di berbagai bagian tubuh dan hemarthrosis atau perdarahan yang sukar berhenti. Perdarahan ke dalam sendi siku, lutut, dan pergelangan kaki menyebabkan rasa nyeri disertai pembengkakan dan gerak seni yang terbatas. Akhirnya sendi yang tak dapat digunakan, tak dapat digerakkan. Tanda-tanda perdarahan; umum: tachycardia (denyut jantung > 100 X per menit), tachypnea (nafas cepat), tekanan darah rendah (hypotension). Spesifik: meningismus (gejala awal meningitis, tanpa disertai peradangan), nyeri kandung kemih, nyeri saat bergerak, sumbatan jalan nafas (airway obstruction), dll. Hasil Laboratorium menunjukkan defisiensi faktor VIII, nilai PTT (partial thromboplastin time) amat memanjang, sedangkan waktu protrombin (prothrombin time/PT), jumlah trombosit, dan waktu perdarahan normal. TGT (thromboplastin generation test) / differential APTT dengan plasma abnormal. Kadar faktor IX normal.
2.      Hemofilia B
Hemofilia ini di sebabkan karena defisiensi functional plasma coagulation factor IX, mutasi spontan, dan proses imunologis yang didapat (acquired).
Gejala ke dua tipe hemofilia adalah sama, seperti hemofilia A, hasil Laboratorium sedikit berbeda. Hasil Laboratorium menunjukkan defisiensi faktor IX, nilai PTT (partial thromboplastin time) amat memanjang, sedangkan waktu protrombin (prothrombin time / PT) dan waktu perdarahan normal. TGT (thromboplastin generation test) / differential APTT dengan serum abnormal. Kadar faktor VIII normal.
 (Sodeman, 1995)

C.      Patofisiologi
Hemofilia terjadi ketika ada salah satu faktor pembekuan mengalami gangguan, seperti faktor VIII dan faktor IX, berikut ini adalah skema perjalanan pembekuan darah yang normal :




 Ketika ada gangguan di faktor IX ataupun faktor VIII, maka akan menghambat intrinsic pathway, sehingga jalur intrinsicnya menjadi semakin lama (aPTT mengalami pemanjangan). Akhirnya protrombin tidak akan bisa berubah menjadi trombin. Trombin tidak dapat membantu fibrinogen berubah menjadi fibrin, sehingga akhirnya tidak terjadi pembekuan. (Cahyohadi, 2008)

D.      Manifestasi Klinis
1.      Kedua jenis hemofilia ini memiliki gejala yang sama, yaitu penderita mengalami perdarahan yang sukar berhenti, lebam-lebam atau biru (pendarahan di bawah kulit) tanpa sebab, nyeri sendi serta otot karena perdarahan.
2.      Perdarahan yang sering terjadi yaitu di bagian mulut (pada bayi), sendi (hemartrosis), mimisan, air kencing hingga perdarahan kepala (intrakranial). Perdarahan berlanjut dapat terjadi setelah tindakan operatif ringan seperti cabut gigi atau khitan.
3.      Sering terjadi perdarahan di bawah kulit yang berlokasi pada persendian, siku tangan maupun pergelangan kaki serta lutut kaki. Bila perdarahan tak segera berhenti atau perdarahan terjadi pada otak, akibatnya bisa fatal karena bisa berakhir dengan kematian.

E.       Diagnosis Banding
1.      Hemofilia A dan B dengan defisiensi faktor XI dan XII
2.    Hemofilia A dengan penyakit von Willebrand (kususnya varian Normandy), inhibitor F VIII yang didapat dan kombinasi defisiensi F VIII dan V kongenital.
3.    Hemofilia B dengan penyakit hati, pemakaian warfarin, defisiensi vitamin K, sangat jarang inhibitor F IX yang didapat.
(Sudoyo, 2006)

F.       Diagnosis
1.      Hemofilia A
Faktor pembekuan darah (VIII) dari 0 – 25% Normal
Pemeriksaan APTT Hemofilia A panjang Normal perbaikan Total tidak ada perbaikan
2.      Hemofilia B
Faktor pembekuan darah (IX) dari 0 – 25% Normal
Pemeriksaan APTT Hemofilia B panjang Normal Tidak perbaikan Total.    
3.      Uji laboratorium (uji skrining untuk koagulasi darah)
4.      Jumlah trombosit (normal)
5.      Masa protrombin (normal)
6.      Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi intrinsik)
7.      Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan trombosit dalam kapiler)
8.      Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnostik)
9.      Masa pembekuan trombin
10.  Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan ggkultur.
11.  Uji fungsi hati (SGPT, SGOT, Fosfatase alkali, bilirubin)
                                                                                   (M. Lawrence Tierney, dkk, 2003)
G.      Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan adalah atrofi hemofilia, yaitu penimunan darah intra artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi yang progresif. Hal ini menyebabkan penurunan sampai rusaknya fungsi sendi. Hemartrosis yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menyebabkan sinovitis kronik akibat proses peradangan jaringan sinovial yang tidak kunjung berhenti. Sendi yang sering mengalami komplikasi adalah sendi lutut, pergelangan kaki, dan siku.
Pendarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan jika tidak dilakukan terapi pencegahan dengan memberikan faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan berat sesuai dengan macam tindakan medis itu sendiri. Sedangkan pendarahan akibat trauma sehari-hari yang tersering berupa hemartrosis, pendarahan intramuskular dan hematom. Pendarahan intrakranial jarang terjadi, namun jika terjadi berakibat fatal.
(Sudoyo, 2006)

H.      Penatalaksanaan
1.      Supportive
-          menghindari luka
-          merencanakan suatu kehendak operasi
-          RICE (Rest ice compression Elevation)
-          Pemberian kortiko steroid
-          Pemberian analgetika
-          Rehabilitasi medik
2.      Penggantian factor pembekuan
Pemberian factor VIII/IX dalam bentuk rekombinan konsentrat maupun komponen darah
3.      Terapi gen
4.      Lever transplantation
5.      Pemberian vitamin K; menghindari aspirin, asam salisilat, AINS, heparin
6.      Pemberian rekombinan factor VIII
7.      Pada pembedahan (dengan dosis kg/berat badan)
FAktor VIII dalam bentuk recombinate dan coginate
Factor IX dalam bentuk mononine dengan dosis kg/berat badan.
I.         Pencegahan
1.    Jaga berat badan tubuh anak agar tetap ideal dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang menyehatkan. Pasalnya, berat badan berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki.
2.    Olahraga teratur sesuai dengan yang dianjurkan oleh dokter yang menangani. Pilih olahraga yang aman untuk anak, misalnya berenang. Dan hindari olahraga fisik yang terlalu berat dan beresiko tinggi terluka, seperti sepakbola. Kondisi fisik yang baik dan bugar dapat mengurangi jumlah perdarahan.
3.    Rawat gusi dan gigi anak dengan baik serta lakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan gusi secara rutin. Sebab sedikit masalah pada gigi dan gusi bisa mengakibatkan perdarahan.

J.        Prognosis
Memang tidak ada kata ‘sembuh’ bagi hemofilia. Tanpa terapi sebagian anak hemofilia berat meninggal, tetapi dengan terapi tepat dapat menjamin anak tumbuh normal dan produktif di masa dewasa. Tersedianya fasilitas darah segar, kropresipitat dan F VIII menyebabkan prognosis hemofilia menjadi baik.
www.conectique.com

BAB  III
PEMBAHASAN

Anton, 3 tahun. Dengan keluhan memar-memar kebiruan setelaj jatuh dari tangga 2 minggu yang lalu dan terjadi hemartrosis. Sendi bertambah bengkak dan memamrnya bertambah luas. Pernah terjadi memar seperti ini hilangnya 2minggu, riwayatmimisan tidak ada. Kakak kandung laki-lakinya meninggal pada usia 5 tahun dan sebelumnya mengalami keluhan yang serupa, sedangkan pamannya juga mengalami hal yang serupa,meninggal pada usia yang masih muda. Hasil laboratorium menunjukkan Hb 10 mg/dl, AL 6000/mL, AT 257.000/mL, Ptnormal/APTT memanjang. Rumple Leede (-).
Pembahasan :
Gejala yang muda dikenali pada kasus hemofilia adalah bila terjadi luka yang meneybabkan sobekan pada kulit dipermukaan tubuh maka darah akan terus mengalir dan memerlukanwaktu berhari-hari untuk berhenti. Bila luka terjadi dibawah kulit misal karena benturan maka akan menyebabkan memar atau lebam kebiruan disertai rasa nyeri yang hebat pada bagian tersebut. Pada penderita hemofilia perdarahan yang terjadi berulang-ulang akan menyebabkan kerusakan pada sendi sehingga gerakan sendi menjadi terbatas (kaku). Selain itu terjadi kelemahan pada otot disekitar sendi tersebut.
Perdarahan setelah trauma bersifat “delayed bleeding’, karena timbulnya perdarahan terlambat. Jadi mula – mula luka dapat ditutup oleh sumbat trombosit, tetapi karena defisiensi F VIII atau IX maka pembentukan fibrin terganggu sehingga timbul perdarahan. Gambaran yang khas adalah hematoma dan hemartrosis atau perdarahan dalam rongga sendi. Perdarahan yang berulang – ulang pada rongga sendi dapat mengakibatkan cacat yang menetap dan perdarahan pada organ tubuh yang penting seperti otak dapat membahayakan jiwa. Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Sendi yang paling sering rusak adalah sendi engsel seperti lutut, pergelangan kaki, dan siku. Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan.
Anton, kakak laki-laki Anton, dan paman Anton mengalami penyakit yang serupa disebabkan hemofili terjadi akibat beberapa kelainan gen yang sifatnya diturunkan, diturunkan melalui ibu tetapi hampir selalu menyerang anak laki-laki. Laki-laki memiliki kromosom XY, hemofilia terjadi akibat mutasi atau cacat genetik pada kromosom X (linked resesif). Artinya diturunkan lewat gen X (ibu) yang mengenai anak laki-lakinya. Sedangkan perempuan hanya pembawa sifat (carrier). Namun bukan tak mungkin perempuan menderita hemofilia. Bisa saja, jika ayahnya seorang hemofilia dan ibunya carrier.
1.        Adanya anak perempuan dari seorang pria penderita hemofilia menjadi seorang karier.
2.        Kemungkinan 50% anak lelaki dari keturunan anak wanita yang menjadi karier hemofilia.
3.        Anak yang dilahirkan dari ayah yang menderita hemophilia dan ibu yang menderita karier hemofilia.
4.        Hemofilia paling banyak diderita pada laki-laki. Wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah pemabawa sifat (carrier). Dan ini sangat jarang terjadi.
5.        Sebagai penyakit yang di turunkan, orang akan terkena hemofilia sejak ia dilahirkan, akan tetapi pada kenyataannya hemofilia selalu terditeksi di tahun pertama kelahirannya.
Dari hasil labolatorium didapatkan Hb, AL, AT, dan PT dalam kondisi yang normal, sedangkan APTT memanjang dan Rumple Leede (-). Pada penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan penyaring hemostasis yang terdiri atas hitung trimbosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT (prothrombin time - masa protrombin plasma), APTT (activated partial thromboplastin time – masa tromboplastin parsial teraktivasi) dan TT (thrombin time – masa trombin). Pada hemofilia A atau B akan dijumpai pemanjangan APTT sedangkan pemerikasaan hemostasis lain yaitu hitung trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT dan TT dalam batas normal. Pemanjangan APTT dengan PT yang normal menunjukkan adanya gangguan pada jalur intrinsik sistem pembekuan darah. Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga defisiensi salah satu dari faktor pembekuan ini akan mengakibatkan pemanjangan APTT yaitu tes yang menguji jalur intrinsik sistem pembekuan darah.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.           Kesimpulan
1.      Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).
2.      Penyebab Hemofilia adalah karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).
3.      Hemofilia merupakan penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif x-linked dari pihak ibu.
4.      Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin  pada tempat pembuluh cidera.
5.      Hemofilia berat ditandai dengan perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang relatif ringan.
6.      Tempat perdarahan yang paling umum di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan pangkal paha.
7.      Terapi akibat perdarahan akut adalah pemberian F VIII. Sekarang sudah ada F VIII yang dapat di berikan secara intra vena, dan apabila tidak mempunyai F VIII maka dapat di berikan kriopresipitat (plasma yang didinginkan) atau di berikan transfusi darah segar.
8.      Tersedianya fasilitas darah segar,kropresipitat dan F VIII menyebabkan prognosis hemofilia menjadi baik.

B.            Saran
1.      Untuk menghindari terjadinya penurunan hemofilia secara herediter, maka sebaiknya pasangan yang ingin menikah melakukan Genetic Counselling ataupun melakukan pengecekan menggunakan silsilah pohon keluarga (Pedigree).
2.      Sebaiknya bagi ibu hamil melakukan screening dini dengan mengambil sampel dari biopsi Villus chorionik atau dari amniosentris untuk mengetahui kondisi anaknya.
3.      Untuk pasien penderita hemofilia sebaiknya rutin untuk melakukan konseling ke dokter.
4.      Biasakan gaya hidup sehat.
DAFTAR PUSTAKA

M. Lawrence Tierney, dkk. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 2. 2003. Penerbit Salemba Medika: Jakarta.

Sudoyo, W Aru,. 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : FK UI

Handayani,Wiwik & Sulistyo, Andi Hariwibowo. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Penerbit Salemba Medika

Murwani,Arita. 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogjakarta : Mitra Cendikia Press

Ovedoff, David. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara

Sodeman.1995.Patofisiologi.Edisi 7.Jilid 2. Jakarta: Hipokrates


www.indonesian hemophilia society.com

www.conectique.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar